Sabtu, 18 Oktober 2014

Penghujung Sebuah Kerinduan



Seperti hari yang tak pernah terbayangkan, bagaiman tidak, kejadian yang begitu amat tragis bagiku. Membuat fikiran ini tidak berhenti membayangkan yang tidak-tidak. Ah ada-ada saja yang ku banyangkan tapi itulah yang selalu terlintas dalam benakku.
            Dua pekan tidak berjumpa membuat rasa rindu semakin menggumpal, menuggu hari kapan waktu datang untuk mempertemukan Dua insan yang salin merindu (weghhh). Hari-hari terasa biasa saja, tidak seperti sebelumnya. 2 minggu lamanya, tidak ada komunikasi baik lewat telfon maupun via SMS. Hari ke hari akhirnya 2 pekan  itu berlalu, rasa kesal yang selama itu ada terbawa sampai akhirnya waktu untuk bertemu tiba.
            Perassan yang begitu aneh bagiku, kerinduan yang menggumpal seperti telah terpecah menjadi pecahan halus, tidak ada lagi rasa ingin bertemu yang ada hanya rasa marah dan benci yang semakin menjadi.  (Ahh,,,,,,,,,) sama sekalai tidak ada pengaruh saat ada kabar ia telah tiba dan akan segera bertemu, seolah mencari cara untuk tidak ada waktu akan hal itu.
            Tapi rasanya itu tidak mungkin (yahhh,,,) biarkan saja apa boleh buat, ia harus mengantar barang, (ngahhhhhhhhhh,, malas). Walau hati tidak mengiginkan apalah boleh buat terima saja.
            Sore tepatnya, ia datang membawa barang. Sama sekali tidak ada yang baru saat itu, terasa biasa saja. Hanya sekedar (haiiii…) menyapa dan mengambil barang milikku, segera ku masuk, (haeeehhhh,,) kembali keluar untuk mempersilahkannya masuk (lupa).
            Seperti sebelumnya tidak ada reaksi apa-apa. Hanya ada pertanyaan dan cerita panjang dengan balasan yang amat singkat dariku, entah kenapa aku seperti orang yang kehabisan kata, entah karena gugup atau karena memang malas bicara. Tapi rasanya memag malas  saja.
Beberapa jam terlewati semuanya hanya seperti itu saja. Yah, menjelang magrib saya minta bantuan dengan dia, untuk  menemani ke kota membeli kebutuhan adik dan kuliahku, itupun hanya lewat via SMS (terlalu gengsi hehehe). Ia menyetujui saja ajakan ku, entah apa yang ada difikirannya, tapi masa bodoh hanya ada rasa malas melihatnya.
            Ba’da shalat magrib saya bergegas untuk berangkat, karena gengsi bicara seperti tadi, mengirim pesan singkat “ sudah mau berangkat?” dengan balasan singkat yang dikirim dua kali “kita ji, z Cuma tunggui jeki”. Dengan wajah yang datar-datar saja saya menghampiri dengan membawa helm dan menutup pintu. Segera kita berangkat, ini adalah kali pertama kita keluar bersama lagi,namun tidak seperti sebelumnya tidak ada komunikasi sama sekali saat di motor, saya hanya diam tanpa sepatah katapun.
            Perjalanan terasa mulus-mulus saja, saya hanya sekedar menatap jalan dengan cueknya kemudian tunduk lagi (ahhh kapan sampainya,,,,,???) tanpa memerhatikan keadan jalan, masa bodoh dengan kendaraan lain yang melambung-lambung,  seraya menghela nafas panjang.
Selang beberapa menit, rada ada yang aneh, motor yang kami kendarai sedikit bergoyang, seperti menghindari lubang, segera mungkin saya meraih jaketnya, namun ternyata dugaan saya salah ia bukan menghindari lubang akan tetapi menghindari pengendara lainnya yang tidak melihat motor kami , kemudian menabrak motor yang kami kendarai, dan semakin oleng, saya yang tidak tau ada apa..?,jatuh  terpental jauh dari motor, bergelinding beberapa kali dan akhirnya menabrak sebuah pohon yang  ada di pinggir jalan, dekat selokan tepatnya. Yang membuat saya terpental kembali kemudian berhenti.
Rasa sakit yang luara biasa, kurasakan di bagian punggung dan lengan. Setelah kejadian itu entah bagaimana ceritanya, sampai saya tiba di PUSKESMAS Lapadde parepare. Setelah penanganan dari dokter dan di beri obat sya diizinkan untuk pulang. Rasanya semakin perih saja di bagian kedua lutut, ternya ada memar dan luka. Kecelakaan itu membuat rok yang  sya kenalan robek dan tidak bisa terpakai lagi, hal yang membuat saya tercengang (kenpa bisa,,,??, dosa saya apa Tuhan,,?), dukungan dari teman-teman kost membuat saya kuat menghadapi kesulitan beberapa hari ini.
Rasa takut untuk mengabari ibu atas kecelakaaan ini, khawatir ibu akan kaget. Ku urungkan niat untuk memberi kabar. Namu rasa-rasanya saya telah menjadi anak yang pembohong, merasa bersalah 2 hari setelah kejadian itu segera ku beritahu ibu atas apa yang telah menimpaku, seperti yang sudah kuduga ibu kaget sekali dan menyuruh ku pulang, akan tetapi kuyakinkan ibu bahwa aku baik-baik saja, agar ia tidak lagi khawatir.
Bertambah hari setelah kecelakaan rasa sakit di badan semakin menjadi-jadi, susah untuk menggerakkan badan, susah untuk beraktifitas seperti hari sebelumnya, selalu terlintas pertemuan ini membuat aku merasa sakit, bukan hanya hati tapi juga raga. Akan tetapi ku anggap ini sebuah teguran halus dari Tuhan untukku, agar selalu mengingatnya, dimanapun dan kapanpun. Niat untuk tidak bercengkrama terlalu dekat dengannya itu terhapus karena ialah yang merawatku ketika ibu tidak bisa datang menjengukku.
Hari berikutnya sedikit ada perubahan dari hari sebelumnya, sudah ada sedikit pergerakan-pergerakan ringan, yang akhirnya membuatku ingin menulis kejadian ini. Hamm hal yang mungkin tidak menarik akan tetapi biarlah tulisan ini bersarang, untuk menjadi kenangan pahit hehehe. Tapi betapapun, itu akan tetap menjadi pelajaran bagiku.

Senja menyapa,hati berkabut
Parepare,7 Mei 2014

Di Balik Diam


Termenung, terdiam, terasa hening di keramaian malam,, setetes demi setetes embun telah berjatuhan,
Apa yang terjadi padamu gadis muda yang malang,,
Dari siang tadi selalu mengurung diri, segala kegiatan telah berulang, hanya di tempat itu itu saja, tidak kah merasa bosan dengan itu, hanya wajah yang penuh embun yang kau pancarkan,,
Sekali lagi,ada apa dengan mu saat in?
Sedari tadi kau hanya diam membisu, tak satupun kata yang kau lontarkan, hanya ada embun bening yang membasahi, katakanlah ada apa dengan mu,,
Bahkan secuil makanan pun belum pernha mengisi perutmu yang kosong itu, makanlah walau sedikit,, kamu butuh makan,, wajah mu mulai pucat dan basah lantas kering oleh air mata,,
Lambung mu telah merintih kesakitan, ia telah merasakan perih yang amat sangat. Lihatlah dan perhatikan dirimu,, ku tau kamu telah kesakitan, ku tau kamu telah lapar, tapi entah apa yang membuatmu enggan membuka mulut untuk sesuap nasi yang akan mengubah raut wajahmu yang sungguh sangat lesuh, putih pucat dan tidak bergairah,,,,
,,,,
Air mata itu selalu saja membasahi pipimu,, jemarimu telah bergetar,telah dingin tubuhmu,, terdegar suara rintihan perutmu, namun sepertinya kau tidak peduli akan itu,,,
Kini malam telah menyapa, kau masih saja bertahan disitu,, masih dengan posisi yang sama,,
Waktu telah berlalu dan meninggalkan mu,, dan kau masih berada di tempat yang sama dengan embun yang masih setia membasahi pipi itu,,
Sudahlah,,
Tidakkah kau berniat untuk mencicipi keadaan di luar sana, agar sedikit mengurangi sakit yang kau rasakan saat ini, sakit yang enatah kapan pulih ,,
Cobalah untuk menyapa, cobalah untuk tersenyum,, pergilah bersama mereka yang akan membuatmu bahagia,,
Tidak kah kau tertarik akan itu, , ,
,,,
Kini malam mulai larut,, dan kamu masih di posisi yang sama,,
Berhentilah menuliskan keluahan mu itu, berhentilah menuliskan kesedihan mu,, tangan mu telah lelah, kau tak akan sekuat sebelumnya tanpa nutrisi,,
Kenapa kau hanya diam dan terus menulis,, tidak, tidak, tidak, tidak ada lagi kata yang akan ku ucapakan,, kau hanya diam diam diam,,
Sungguh,,
Kau tak lagi peduli dengan dirimu sendiri, berhentilah,, ku mhon berhentilah,, istirahatlah,, kini telah larut tidak kah kau lelah,,?
Berhentilah,,
Berhentilah,,
Baik, ku hentikan.!
Hanya itu,? Hanya itu kata yang kau lontarkan, setelah beberapa jam kau diam membisu, sungguh kau menyakitkan, lihatlah dirimu ini,,
Pelipis mu telah hitam menahan kantuk, air mata mu telah kering,,, apa yang kau inginkan,, tidakkah kau kasihan dengan dirimu,,?
Aku leleh, diamlah.!
Tidurlah, mimpilah yang indah agar kau berbahagia esok hari,, tidurlah,,
Tidurlah,,
Walau ku tau kau lapar, ku tau kau merasa sakit yang amat sangat, ku tau itu, ku khawatir melihatmu, namun betapapun tidurlah semoga kau merasa tenang.

Rembulan telah padam,,
Parepare, 21 Mei 2014


Minggu, 21 September 2014

Pagi dan Hati yang Berkabut



,,Pondok pink,,!!
   Mendung menggantung, langit nampak kelam. gerimis perlahan turun ke bumi,,,
Titik air tengah membasahi tanah, rermputan, genting juga aspal,,,

   Ia menatap keluar, dedaunan yang telah kering berjatuhan oleh gerimis yang menerpa, dingin yang mencengkram membuatnya menggigil dan pucat,,
pagi itu harusnya dia senang dan memasang senyum manis untuk menyambut paginya yang cerah, seperti yang dia lakukan setiap paginya,,,,

tapi kali ini keceriaan itu tidak terpasang di wajahnya,,,
kelihatan malas dan mendung,,,,

   Gerimis terus turun, ia melihat jam di telepon genggamnya. jam 6 pagi. Ia menghela nafas panjang. masih terlalu gelap untuk cuaca pagi itu,,,
harusny dia senang pagi itu karena masih bisa merasakan dinginnya pagi, tapi entah kenpa ia merasa seperti ad kabut yang menyesak di hatinya hingga rasa bahagianya tidk bisa di rasakan seutuhnya.

   Bukan guntur dan hujan yang semakin lebat yang membutnya murung. wajah ibunya yang membuat rasa bahagianya. jauh dari orang tua benar-benar membuat hatinya sepi, dan gersang.


" mama,,,,!! taukah engkau, sungguh hati dan raga ini merindukan mu,,"


   Setetes embun membasahi pipinya, buru-buru ia menyeka air matanya sbelum ada yang tau bahwa hatinya sedang merindukan sosok seorang ibu di kejauhan sana. siapa sangka gadis remaja yang telah beranjak 18 tahun oktober kemarin, masih sering bermanja-manja dan tidur bersama ibu.

 Memeluk dan mencium ibu adalah salah kebiasaan setiap dia kembali ke kmpung halaman.

"hu' hu' hu' hu' hu',,, mama,,,,,,,"

Tetesan embun itu berlarian di pipinya, semakin perih saja hatinya atas kerinduannya terhadap ibu tercinta.

     Tak sanggup menahan air mata, ia beranjak menuju kamarnya. di tumpahkanlah segala penatnya. ia menangis sejadi jadinya di balik bantal yang menutupi wajahnya yang mendung itu,
   Suasana menjadi hening suara tangis yang menderu lama kelamaan tidak lagi terdengar, ia pun tertidur dalam suasana hati yang sangat merindu.