Seperti hari yang tak pernah terbayangkan,
bagaiman tidak, kejadian yang begitu amat tragis bagiku. Membuat fikiran ini
tidak berhenti membayangkan yang tidak-tidak. Ah ada-ada saja yang ku
banyangkan tapi itulah yang selalu terlintas dalam benakku.
Dua
pekan tidak berjumpa membuat rasa rindu semakin menggumpal, menuggu hari kapan
waktu datang untuk mempertemukan Dua insan yang salin merindu (weghhh). Hari-hari terasa biasa
saja, tidak seperti sebelumnya. 2 minggu lamanya, tidak ada komunikasi baik
lewat telfon maupun via SMS. Hari ke hari akhirnya 2 pekan itu berlalu, rasa kesal yang selama itu ada
terbawa sampai akhirnya waktu untuk bertemu tiba.
Perassan
yang begitu aneh bagiku, kerinduan yang menggumpal seperti telah terpecah
menjadi pecahan halus, tidak ada lagi rasa ingin bertemu yang ada hanya rasa
marah dan benci yang semakin menjadi. (Ahh,,,,,,,,,) sama sekalai tidak ada pengaruh
saat ada kabar ia telah tiba dan akan segera bertemu, seolah mencari cara untuk
tidak ada waktu akan hal itu.
Tapi
rasanya itu tidak mungkin (yahhh,,,) biarkan saja apa boleh buat, ia harus
mengantar barang, (ngahhhhhhhhhh,, malas). Walau hati tidak mengiginkan apalah
boleh buat terima saja.
Sore
tepatnya, ia datang membawa barang. Sama sekali tidak ada yang baru saat itu,
terasa biasa saja. Hanya sekedar (haiiii…) menyapa dan mengambil barang
milikku, segera ku masuk, (haeeehhhh,,) kembali keluar untuk mempersilahkannya
masuk (lupa).
Seperti
sebelumnya tidak ada reaksi apa-apa. Hanya ada pertanyaan dan cerita panjang
dengan balasan yang amat singkat dariku, entah kenapa aku seperti orang yang
kehabisan kata, entah karena gugup atau karena memang malas bicara. Tapi
rasanya memag malas saja.
Beberapa jam terlewati semuanya hanya seperti itu
saja. Yah, menjelang magrib saya minta bantuan dengan dia, untuk menemani ke kota membeli kebutuhan adik dan
kuliahku, itupun hanya lewat via SMS (terlalu gengsi hehehe). Ia menyetujui saja
ajakan ku, entah apa yang ada difikirannya, tapi masa bodoh hanya ada rasa
malas melihatnya.
Ba’da
shalat magrib saya bergegas untuk berangkat, karena gengsi bicara seperti tadi,
mengirim pesan singkat “ sudah mau
berangkat?” dengan balasan singkat yang dikirim dua kali “kita ji, z Cuma tunggui jeki”. Dengan
wajah yang datar-datar saja saya menghampiri dengan membawa helm dan menutup
pintu. Segera kita berangkat, ini adalah kali pertama kita keluar bersama
lagi,namun tidak seperti sebelumnya tidak ada komunikasi sama sekali saat di
motor, saya hanya diam tanpa sepatah katapun.
Perjalanan
terasa mulus-mulus saja, saya hanya sekedar menatap jalan dengan cueknya
kemudian tunduk lagi (ahhh kapan sampainya,,,,,???) tanpa memerhatikan keadan
jalan, masa bodoh dengan kendaraan lain yang melambung-lambung, seraya menghela nafas panjang.
Selang beberapa menit, rada ada yang aneh, motor
yang kami kendarai sedikit bergoyang, seperti menghindari lubang, segera
mungkin saya meraih jaketnya, namun ternyata dugaan saya salah ia bukan
menghindari lubang akan tetapi menghindari pengendara lainnya yang tidak
melihat motor kami , kemudian menabrak motor yang kami kendarai, dan semakin
oleng, saya yang tidak tau ada apa..?,jatuh terpental jauh dari motor, bergelinding
beberapa kali dan akhirnya menabrak sebuah pohon yang ada di pinggir jalan, dekat selokan tepatnya.
Yang membuat saya terpental kembali kemudian berhenti.
Rasa sakit yang luara biasa, kurasakan di bagian
punggung dan lengan. Setelah kejadian itu entah bagaimana ceritanya, sampai
saya tiba di PUSKESMAS Lapadde parepare. Setelah penanganan dari dokter dan di
beri obat sya diizinkan untuk pulang. Rasanya semakin perih saja di bagian
kedua lutut, ternya ada memar dan luka. Kecelakaan itu membuat rok yang sya kenalan robek dan tidak bisa terpakai
lagi, hal yang membuat saya tercengang (kenpa bisa,,,??, dosa saya apa
Tuhan,,?), dukungan dari teman-teman kost membuat saya kuat menghadapi
kesulitan beberapa hari ini.
Rasa takut untuk mengabari ibu atas kecelakaaan
ini, khawatir ibu akan kaget. Ku urungkan niat untuk memberi kabar. Namu
rasa-rasanya saya telah menjadi anak yang pembohong, merasa bersalah 2 hari
setelah kejadian itu segera ku beritahu ibu atas apa yang telah menimpaku,
seperti yang sudah kuduga ibu kaget sekali dan menyuruh ku pulang, akan tetapi
kuyakinkan ibu bahwa aku baik-baik saja, agar ia tidak lagi khawatir.
Bertambah hari setelah kecelakaan rasa sakit di
badan semakin menjadi-jadi, susah untuk menggerakkan badan, susah untuk
beraktifitas seperti hari sebelumnya, selalu terlintas pertemuan ini membuat
aku merasa sakit, bukan hanya hati tapi juga raga. Akan tetapi ku anggap ini
sebuah teguran halus dari Tuhan untukku, agar selalu mengingatnya, dimanapun
dan kapanpun. Niat untuk tidak bercengkrama terlalu dekat dengannya itu
terhapus karena ialah yang merawatku ketika ibu tidak bisa datang menjengukku.
Hari berikutnya sedikit ada perubahan dari hari
sebelumnya, sudah ada sedikit pergerakan-pergerakan ringan, yang akhirnya
membuatku ingin menulis kejadian ini. Hamm hal yang mungkin tidak menarik akan
tetapi biarlah tulisan ini bersarang, untuk menjadi kenangan pahit hehehe. Tapi
betapapun, itu akan tetap menjadi pelajaran bagiku.
Senja menyapa,hati berkabut
Parepare,7 Mei 2014